Salah satu teks penting yang sering dijadikan dasar teologi supersessionism, atau yang dikenal sebagai “teologi penggantian”, terdapat dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di Roma. Sebagian besar terjemahan berhubungan erat dengan teks berikut:
“Sebab yang disebut Yahudi bukanlah orang yang lahiriah Yahudi, dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilangsungkan secara lahiriah. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” (Roma 2:28-29, TB)
Atau seperti dalam terjemahan lain:
“For no one is a Jew who is merely one outwardly, nor is circumcision outward and physical. But a Jew is one inwardly, and circumcision is a matter of the heart, by the Spirit, not by the letter. His praise is not from man but from God.” (Rom 2:28–29, ESV)
“For he is not a Jew who is one outwardly, nor is circumcision that which is outward in the flesh. But he is a Jew who is one inwardly; and circumcision is of the heart, by the Spirit, not by the letter; and his praise is not from people, but from God.” (Rom 2:28–29, NASB)
Bahkan terjemahan Complete Jewish Bible yang dianggap lebih dekat dengan tradisi Yahudi, menurut saya, juga meleset dari maksud teks Yunani. Teks itu tetap menampilkan kontras seperti kebanyakan terjemahan Orang Kristen “lahiriah vs. batiniah,” sementara maksud Paulus justru sangat berbeda.
For the real Jew is not merely Jewish outwardly: true circumcision is not only external and physical. 29 On the contrary, the real Jew is one inwardly; and true circumcision is of the heart, spiritual not literal; so that his praise comes not from other people but from God. (Rom 2:28-29, CJB)
Saya hendak menunjukkan bahwa terjemahan yang tepat dari teks asli Yunani dari surat penting ini seharusnya menekankan kontras yang sebenarnya: “yang tampak (φανερῷ, phanerō) vs. yang tersembunyi (κρυπτῷ, kruptō),”bukan “lahiriah vs. batiniah”.
Frasa pertama, τῷ φανερῷ Ἰουδαῖος (tō phanerō Ioudaios), biasanya diterjemahkan “Yahudi lahiriah.” Itu mungkin saja, tetapi terjemahan yang lebih tepat secara literal adalah “Yahudi yang kelihatan” atau “Yahudi yang tampak.” Sebaliknya, frasa kedua, τῷ κρυπτῷ Ἰουδαῖος (tō kruptō Ioudaios), tidak dapat diterjemahkan menjadi “Yahudi batiniah” jika tujuannya adalah untuk mencerminkan maksud asli Paulus dalam membandingkan hal ini secara akurat.
Kata κρυπτός (kruptos) pasti sudah tidak asing lagi di abad ke-21—kata ini merupakan akar dari “mata uang kripto”. Konsep inti mata uang kripto adalah disembunyikan atau dirahasiakan dari mata-mata yang mengintip dengan cara tertentu.
Jadi, “kryptos” pada dasarnya berarti “rahasia” atau “tersembunyi.” Meskipun mencakup “batin”, itu bukanlah makna utamanya. Inti dari gagasan ini, terutama di sini, adalah tetap tak terlihat oleh mata manusia. Perhatikan bagaimana Paulus menyimpulkan argumennya: “Pujiannya bukan dari manusia, melainkan dari Allah.” (Roma 2:29) Kalimat terakhir ini dengan tegas menunjukkan bahwa kritiknya mencerminkan ajaran Kristus dalam Matius 6:1-6:
“Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu yang di sorga. Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi (ἐν τῷ κρυπτῷ, en tō kruptō), maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi (ἐν τῷ κρυπτῷ, en tō kruptō) akan membalasnya kepadamu. Dan apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintumu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi (ἐν τῷ κρυπτῷ, en tō kruptō). Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.” (Mat 6:1–6, TB)
Seperti Yesus, Paulus—seorang Yahudi—bukan mengkritik tajam semua Yudaisme dengan berbagai ritual lahiriahnya, tetapi hanya orang-orang Yahudi tertentu yang munafik, yang hidupnya bertentangan dengan Taurat. Teguran serupa juga terdapat dalam literatur Yahudi rabinik yang mengecam orang-orang Yahudi yang tampak religius namun tidak taat pada Taurat. Talmud sering mengecam kemunafikan. Misalnya, dalam Pesachim 113b mencatat bahwa Allah membenci tiga jenis orang, yang pertama adalah orang yang mengatakan sesuatu tetapi menyimpan maksud lain. Demikian juga Yoma 72b menyatakan bahwa seorang ahli Taurat yang “batinnya tidak sesuai dengan lahiriahnya” bukanlah ahli Taurat sejati. Referensi semacam itu tersebar luas dalam teks-teks Yahudi.
Contoh-contoh ini tidak mengkritik Yudaisme atau para pelakunya secara luas, tetapi kemunafikan di kalangan orang Yahudi tertentu. Bagi orang Kristen non-Yahudi, pesan Paulus jelas: tanda-tanda lahiriah sebagai Yahudi memang ada nilainya, tetapi itu tidak cukup. Iman dan perbuatan harus selaras dengan Taurat, lebih dari sekadar tanda identitas orang Yahudi. Sunat tubuh tidak ada artinya bila seseorang hidup dalam kemunafikan, melanggar kehendak Allah dan Taurat-Nya. Lalu apa makna “sunat hati”? Paulus tidak sedang memperkenalkan konsep baru – hal ini berakar dari Hukum Musa dalam Perjanjian Baru:
“Maka sekarang, hai orang Israel, apakah yang dimintakan daripadamu oleh TUHAN, Allahmu, selain dari takut akan TUHAN, Allahmu, hidup menurut segala jalan yang ditunjukkanNya, mengasihi Dia, beribadah kepada TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu,… sunatlah hatimu, janganlah lagi kamu tegar tengkuk.” (Ulangan 10:12–16, TB)
“Dan TUHAN, Allahmu, akan menyunat hatimu dan hati keturunanmu, sehingga engkau mengasihi TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu, supaya engkau hidup.” (Ulangan 30:6, TB)
Nabi Yeremia juga menegaskan hal yang sama:
“Sunatlah dirimu bagi TUHAN, dan jauhkanlah kulit khatan hatimu, hai orang Yehuda dan penduduk Yerusalem, supaya jangan murka-Ku mengamuk seperti api, dan menyala-nyala dengan tidak ada yang memadamkan, oleh karena perbuatan-perbuatanmu yang jahat!” (Yeremia 4:4, TB)
Sayangnya, banyak orang Kristen melewatkan konteks ini dan salah memahami Paulus seakan-akan ia sedang mengkritik praktik Yudaisme. Padahal, inti dari pesannya jauh berbeda: Allah memanggil baik bangsa Yahudi maupun bangsa-bangsa lain untuk hidup tanpa kemunafikan, dengan hati nurani murni di hadapan-Nya dan sesamanya.
Pesan Paulus dalam Roma 2:25–29 tetap relevan bagi kita hari ini, mendorong kita untuk hidup dengan ketulusan bukan sekadar penampilan. Iman sejati—baik bagi bangsa Yahudi maupun non-Yahudi—tidak hanya diukur dari simbol-simbol lahiriah, tetapi dari hati yang selaras dengan kehendak Allah. Panggilan untuk integritas ini selama berabad-abad sejalan dengan ajaran tradisi Yahudi dan juga perkataan Kristus sendiri: kebenaran yang sejati bertumbuh dalam tempat tersembunyi, tidak terlihat oleh mata manusia, dan hanya mencari perkenanan Allah.
Karena itu, marilah kita “menyunat hati” kita sebagaimana diperintahkan dalam kitab Ulangan dan ditegaskan nabi Yeremia, menanggalkan kepura-puraan dan mengasihi serta melayani Allah dengan ketulusan. Dalam dunia yang terobsesi dengan pencitraan dan kemegahan lahiriah, Paulus menantang kita untuk memupuk pengabdian yang tersembunyi dan teguh, percaya bahwa Allah, yang melihat secara tersembunyi, akan memberi upah kepada kita sesuai dengan kehendak-Nya sendiri.
Kiranya kita hidup dengan berani namun rendah hati, menyesuaikan hidup kita dengan kebenaran ilahi, sehingga pujian kita bukan dari manusia yang fana, tetapi dari Allah yang kekal, yang mengenal hati kita. Biarlah ini menjadi inspirasi kita: berjalan dengan setia, diubahkan dari dalam hati, dan hanya mencari kemuliaan-Nya selamanya.