By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Logo Logo
  • ID
    • EN
    • ES
    • RU
    • FR
    • PT
    • HI
  • ID
    • EN
    • ES
    • RU
    • FR
    • PT
    • HI
Pembaruan Gratis
  • Beranda
  • Tentang
    • Tentang
    • Materi Gratis
  • BlogBlogBlog
    • Ibrani
    • Taurat
    • Injil
    • Rasul Paulus
    • Maria
    • Doa
    • Topik Hangat
    • Sedang dikerjakan
  • Buku
  • Konferensi
    • Israel Institute of Biblical Studies (IIBS)
    • Israel Bible Center (IBC)
Reading: Hidup Yang Singkat Bagaikan Setarikan Nafas
Share
Logo Logo
  • ID
    • RU
    • PT
    • HI
    • FR
    • ES
    • EN
  • Beranda
  • Tentang
    • Tentang
    • Materi Gratis
  • BlogBlogBlog
    • Ibrani
    • Taurat
    • Injil
    • Rasul Paulus
    • Maria
    • Doa
    • Topik Hangat
    • Sedang dikerjakan
  • Buku
  • Konferensi
    • Israel Institute of Biblical Studies (IIBS)
    • Israel Bible Center (IBC)
Follow US
Dr. Eli © All rights reserved
Ibrani

Hidup Yang Singkat Bagaikan Setarikan Nafas

Hari terpenting dalam hidup Anda adalah ketika Anda menemukan tujuan hidup.

Tammy Yu
Share
SHARE

Hidup yang Singkat Bagaikan Setarikan Nafas: Menafsirkan Ulang הבל (havel) dalam Kitab Pengkhotbah

Kitab Qohelet—yang dalam tradisi Kristen dikenal sebagai Kitab Pengkhotbah—dibuka dengan pernyataan yang mengejutkan dan menyedihkan : “Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia.” (Pengkhotbah 1:2, seperti yang ditulis dalam terjemahan bahasa Inggris ASV, ESV, KJV, MEV, dan NRSV, menggunakan kata “vanity”  yang berarti “sia-sia”). Terjemahan bahasa Inggris ini berasal dari kata Ibrani הבל (hevel), yang muncul lima kali hanya dalam satu ayat, menunjukkan betapa pentingnya tema dalam kitab ini. Dalam bahasa Inggris modern, “vanity” berarti hal yang sia-sia atau tidak berguna, membuat beberapa penerjemah versi lain (misalnya CSB, NASB, NJPS) menerjemahkan הבל sebagai “futility” (kesia-siaan) atau dalam Common English Bible, sebagai “perfectly pointless” (sangat tidak berarti) untuk frasa הבלים הבל(havel havalim). Namun, terjemahan-terjemahan ini gagal menyampaikan makna inti dari kata Ibrani tersebut. Sebenarnya tidaklah tepat menerjemahkannya menjadi “tidak berarti”, הבל lebih tepat diterjemahkan sebagai “setarikan nafas,” yang menggambarkan betapa singkat dan fana kehidupan ini. Bagi Pengkhotbah, hidup bukanlah tanpa tujuan, tetapi hanya sementara seperti setarikan nafas yang cepat menghilang. Perspektif ini mengubah pandangan kita tentang pesan kitab ini, menonjolkan pentingnya penyembahan kepada Allah untuk memberi makna pada keberadaan manusia yang singkat.

Terjemahan konvensional dari kata הבל sebagai “kesia-siaan” atau “hampa”, membuat kita menyangka bahwa Pengkhotbah memandang kehidupan ini pada dasarnya tidak berarti atau membingungkan. Contohnya, dalam versi Contemporary English Version, Pengkhotbah 1:2 diterjemahkan, “Nothing makes sense! Everything is nonsense.” (“Tidak ada yang masuk akal! Semua omong kosong!”) Namun, tafsiran seperti ini sebenarnya bertentangan dengan keseluruhan isi kitab ini. Pengkhotbah mengamati alam dengan jelas dan penuh prediksi: “Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit kembali. Angin bertiup ke selatan, lalu berputar ke utara, terus menerus ia berputar, dan dalam putarannya angin itu kembali” (Pengkhotbah 1:5-6). Dunia ini jauh dari hal yang tidak masuk akal, justru sebenarnya dunia ini berjalan dalam pola yang teratur. Bagi Pengkhotbah, masalahnya bukanlah hidup ini tidak berarti tetapi yang dimaksud adalah hidup ini tidak bertahan lama. Matahari terbit dan terbenam dengan cepat, angin berputar dan berlalu. Manusia juga seperti itu, berada dalam dunia yang singkat saja: “Angkatan yang satu pergi dan angkatan yang lain datang, tetapi bumi tetap ada untuk selama-lamanya” (Pengkhotbah 1:4). Kontras antara bumi yang abadi dan manusia yang cepat berlalu menunjukkan bahwa הבל adalah gambaran tentang betapa singkatnya hidup, seperti setarikan nafas saja.

Penggunaan kata הבל di bagian lain dalam Alkitab Ibrani juga memperkuat pengertian bahwa hidup itu cepat berlalu. Dalam kitab Ayub, di tengah penderitaannya, dia meratap, “Aku jemu, aku tidak mau hidup untuk selama-lamanya. Biarkanlah aku, karena hari-hariku hanya seperti hembusan nafas saja (הבל)” (Ayub 7:16). Kitab Mazmur juga menggambarkan sentimen yang sama kepada Tuhan: “Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku, dan bagi-Mu hidupku seperti sesuatu yang hampa. Sungguh, hanya bayangan yang berlalu! (כל-הבל; kol-hevel)” (Mazmur 39:6). Demikian juga Mazmur 144:4 menambahkan, “Manusia sama seperti angin (הבל); hari-harinya seperti bayang-bayang yang lewat (כצל עובר; ketsel ‘over).” Bacaan-bacaan ini berakar dari literatur Hikmat Israel, secara konsisten memakai kata הבל untuk menggambarkan betapa singkatnya hidup ini, sama dengan setarikan nafas yang menghilang dengan cepat. Hal ini menggambarkan keadaan manusia yang sementara, bukannya tanpa arti.

Makna הבל sebagai “setarikan nafas” juga memperkaya pengertian kita akan cerita penting dalam Alkitab: kisah Kain dan Habel dalam kitab Kejadian. Dalam bahasa Ibrani, nama Habel adalah Hevel (הבל), sama persis dengan kata yang dipakai dalam Pengkhotbah. Memberi nama Habel yang  berarti “setarikan nafas,” merupakan pertanda bahwa hidup Habel akan sangat singkat,  karena tak lama setelah kemunculannya, dia langsung dibunuh oleh saudaranya sendiri, Kain: “..Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia.” (Kejadian 4:8). Hidup Habel, seperti setarikan nafas, hilang dalam waktu singkat, sejalan dengan makna dari namanya. Hubungan ini semakin diperkuat dengan narasi yang membahas nama saudaranya  tersebut. Hawa menjelaskan tentang nama Kain dengan mengatakan, “Aku telah mendapat (קניתי; qaniti) seorang anak laki-laki dengan pertolongan TUHAN” (Kejadian 4:1),  yang berhubungan dengan kata kerja Ibrani “memperoleh” (קנה ; qanah). Tapi tidak ada penjelasan untuk nama Habel (Kejadian 4:2). Bagi pembaca bahasa Ibrani, mereka langsung mengerti tanpa perlu dijelaskan; singkatnya kemunculan Habel dalam kisah itu — hanya dalam enam ayat—menyiratkan makna הבל sebagai kehadiran yang cepat berlalu.

Fokus Pengkhotbah pada singkatnya hidup benar-benar menggambarkan pengalaman hidup manusia. Seiring bertambahnya usia, kita merasa waktu berlalu semakin cepat, dengan hari dan tahun berlalu lebih cepat. Namun Pengkhotbah tidak menyamakan kefanaan ini dengan kehampaan. Justru sebaliknya, Pengkhotbah menekankan bahwa menyembah Tuhan dan hidup sesuai kehendak-Nya akan memberikan tujuan hidup. Di bagian akhir kitabnya, Pengkhotbah memberi nasihat agar kita hidup dengan penuh kesadaran karena singkatnya hidup: “Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan! Buanglah kesedihan dari hatimu dan jauhkanlah penderitaan dari tubuhmu, karena kemudaan dan fajar hidup adalah kesia-siaan (הבל)” (Pengkhotbah 11:9-10). Masa muda yang singkat—yang dilambangkan dengan “rambut hitam” sebelum berubah menjadi abu-abu—mendorong panggilan untuk mengarahkan hidup kepada Tuhan ketika masih ada waktu yang tersisa.

Tema ini mencapai puncaknya dalam nasihat terakhir Pengkhotbah: “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu….  Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang” (Pengkhotbah 12:1,13). Hidup ini mungkin “kesia-siaan dari segala kesia-siaan” (הבל הבלים), tapi bukan berarti tidak punya nilai. Dengan takut akan Allah dan hidup menurut perintah-Nya, manusia dapat menemukan tujuan dalam hidup yang singkat ini. Pesan Pengkhotbah bukan tentang keputusasaan, tetapi tentang urgensi, mendorong para pembaca untuk hidup benar dan memuliakan Tuhan, sang sumber hidup, selagi masih punya waktu yang terbatas ini.

Dengan memahami הבל (havel) sebagai “setarikan nafas” bukan “kesia-siaan,” kita bisa melihat isi Pengkhotbah dengan cara pandang yang baru. Kitab ini tidak mengatakan bahwa hidup itu hampa, melainkan menyoroti betapa cepatnya hidup berlalu, mendorong kita untuk menggunakan kesempatan ini untuk hidup sesuai tujuan Allah. Pemahaman ini sesuai dengan pesan tradisi Hikmat yang lebih luas, yang mengakui kefanaan hidup sekaligus menegaskan pengabdian kepada Allah memberikan nilai yang abadi. Bagi pembaca jaman sekarang, pengertian ini bisa menantang pandangan pesimis terhadap kitab Pengkhotbah yang hanya melihat kefanaan. Sebaliknya, Pengkhotbah mengajak kita melihat kehidupan yang singkat sebagai panggilan untuk bertindak—untuk hidup benar, menyembah Allah, dan menemukan makna dalam setiap momen yang kita jalani.

Gambaran הבל sebagai ‘setarikan nafas’ juga cocok dengan cara kita memikirkan waktu sekarang ini. Seperti kabut pagi yang langsung lenyap saat matahari bersinar, hari-hari kita cepat berlalu, mendesak kita untuk memanfaatkan waktu dengan baik. Hikmat Pengkhotbah mengingatkan bahwa kita tidak dapat memperpanjang usia kita, tetapi kita dapat memperkaya kualitas hidup kita melalui iman dan ketaatan. Dengan memahami הבל sebagai simbol kefanaan dan bukan sesuatu yang tidak berguna, kita menemukan pesan yang penuh harapan: hidup ini, meskipun singkat, adalah anugerah berharga yang menjadi bermakna melalui hubungan kita dengan Allah.

Sebagai penutup, kata Ibrani הבל dalam kitab Pengkhotbah, yang selama ini diterjemahkan sebagai “sia-sia”, sebenarnya lebih tepat diartikan “setarikan nafas,” yang menggambarkan singkatnya hidup manusia. Pemahaman ini sejalan dengan pemakaian kata tersebut di berbagai bagian lain dalam Alkitab, dari keluhan Ayub hingga refleksi dalam Mazmur, serta hidup Habel yang singkat dalam Kitab Kejadian. Pengkhotbah tidak mengatakan bahwa hidup ini sia-sia, tetapi menekankan singkatnya hidup, karena itu kita didorong untuk hidup dengan tujuan, yaitu takut akan Allah dan mematuhi perintah-Nya. Bagi pembaca di zaman sekarang, dengan memahami kata הבל (havel) dengan benar, kita dapat mengubah pandangan kita terhadap kitab Pengkhotbah—menjadikannya sebagai ajakan untuk menghargai waktu yang singkat, dan menemukan arti yang sejati melalui iman kepada Allah, hidup bagaikan setarikan nafas yang cepat berlalu.

Follow US
Dr. Eliyahu Lizorkin-Eyzenberg © 2025. All Rights Reserved.
Ikuti Blog Dr. Eli!
Berlangganan untuk mendapatkan pemberitahuan saat artikel baru diterbitkan.
Tanpa spam, Anda bisa berhenti berlangganan kapan saja.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?