Salah satu momen paling menentukan dalam hidup Yakub—tokoh utama yang dipilih Allah untuk memimpin bangsa Israel—adalah tindakan penipuannya dengan menyamar sebagai saudaranya Esau. Kita akan membahas peristiwa itu nanti, tetapi sekarang mari kita fokus pada insiden terkait sebelumnya: permintaan Yakub agar Esau menjual hak kesulungannya, dan motivasi Esau untuk menjualnya.
Firman Tuhan kepada Ribka
Setelah kematian Abraham, kitab Kejadian beralih ke kisah Ishak dan Ribka, mempersiapkan panggung bagi narasi utama seluruh kitab Kejadian—kehidupan Yakub dan anak-anaknya. Ishak berusia 40 tahun ketika ia menikahi Ribka. Sama seperti beberapa tokoh perempuan penting lainnya dalam Alkitab, Ribka mengalami masalah ketidaksuburan. Atas permohonan Ishak, Tuhan memberkati Ribka, dan ia mengandung. Saat Esau dan Yakub lahir, Ishak sudah berusia 60 tahun—artinya pasangan itu menanggung 20 tahun tanpa anak. Selama kehamilannya, Ribka merasakan gerakan yang sangat kuat dalam rahimnya. Tanpa dia sadari, kedua anak kembarnya sedang bergulat di dalam kandungannya. Bingung, ia mencari petunjuk dari Tuhan (teks tidak menjelaskan bagaimana atau melalui siapa). Jawaban Tuhan terkesan misterius; setidaknya dalam versi yang kita lihat di kitab Kejadian, rumit karena kosakata dan tata bahasa Ibrani yang tidak biasa:
“Firman TUHAN kepadanya: ‘Dua bangsa ada dalam kandunganmu, dan dua suku bangsa akan berpencar dari dalam rahimmu; suku bangsa yang satu akan lebih kuat dari yang lain, dan anak yang tua akan menjadi hamba kepada anak yang muda (וְרַב יַעֲבֹד צָעִיר, v’rav ya’avod tza’ir)’” (Kej 25:23).
Namun, para penerjemah Alkitab menyederhanakan bahasa Ibrani, berusaha membuat teks tersebut mudah dipahami dan jelas. Kata Ibrani untuk “yang tua” (רַב, rav) sebenarnya berarti “yang banyak/ yang berlimpah,” bukan “yang tua,” sedangkan kata “yang muda” (צָעִיר, tza’ir) hanya berarti “muda.” Selain itu, untuk memastikan bahwa “yang berlimpah/yang tua” menjadi hamba “yang muda,” dalam bahasa Ibrani seharusnya ada struktur את ה sebelum kata “yang muda” (וְרַב יַעֲבֹד את הצָעִיר), tetapi struktur ini tidak ada. Artinya, teks bahasa Ibrani ini ambigu—tidak jelas apakah “yang berlimpah/yang tua” akan menjadi hamba “yang muda,” atau justru sebaliknya. Ambiguitas ini penting karena memberi petunjuk tentang apa yang sebenarnya diketahui Ribka dan kapan ia mengetahuinya. Dengan kata lain, Tuhan tidak secara eksplisit memberitahu Ribka bahwa anak sulungnya, Esau, akan menjadi hamba bagi putranya yang lebih muda, Yakub. Setidaknya, kita tidak menemukannya secara jelas dalam teks bahasa Ibrani yang asli. Sepertinya Tuhan sengaja membiarkan tidak jelas siapa yang akan melayani siapa. Seperti yang akan kita lihat nanti, faktor-faktor lain mungkin memengaruhi penafsiran Ribka terhadap firman Tuhan. Namun, apapun yang terjadi, kisahnya terus berlanjut.
Ketika kembar itu lahir, Yakub keluar sambil memegang tumit Esau—seakan tidak mau tertinggal. Itulah sebabnya ia diberi nama Yakub (יַעֲקֹב, Ya’akov), berasal dari kata “tumit” (בַּעֲקֵב, ba’akev), sebuah permainan kata yang jelas (Kej. 25:24–26). Teks itu menggambarkan kepribadian kakak adik yang bertolak belakang:
“Lalu bertambah besarlah kedua anak itu; Esau menjadi seorang yang pandai berburu (אִישׁ יֹדֵעַ צַיִד, ish yodea tza’yid), seorang yang suka tinggal di padang, tetapi Yakub adalah seorang yang tenang (אִישׁ תָּם, ish tam), yang suka tinggal di kemah. Ishak sayang kepada Esau, sebab ia suka makan daging buruan (צַיִד בְּפִיו, tza’yid b’fiv), tetapi Ribka kasih kepada Yakub” (Kej. 25:27–28).
Dunia kuno sangat menghargai ketangguhan Esau, kepiawaiannya berburu, serta kekuatan dan naluri bertahannya. Sebaliknya, Yakub lebih halus, tinggal dekat rumah. Kata תָּם (tam) dapat diterjemahkan “tanpa cela”, “sederhana,” “tulus hati,” atau bahkan “sempurna.” Terlihat juga perbedaan kasih sayang orang tua: Ishak lebih menyukai Esau, tampaknya karena kecintaannya pada berburu, sedangkan Ribka lebih dekat dengan Yakub, mungkin karena Yakub lebih sering berada di rumah.
Iman, Ketakutan, dan Kebingungan Ribka
Tindakan Ribka menunjukkan bahwa ia mungkin tidak tahu sesuatu yang diketahui Ishak: ada dua jenis berkat yang berbeda. Berkat pertama—yang seharusnya untuk Esau tetapi diambil Yakub dengan menipu—adalah berkat kesulungan. Berkat ini berfokus pada kemakmuran secara materi dan kepemimpinan keluarga:
“Allah akan memberikan kepadamu embun yang dari langit dan tanah-tanah gemuk di bumi dan gandum serta anggur berlimpah-limpah. Bangsa-bangsa akan takluk kepadamu, dan suku-suku bangsa akan sujud kepadamu; jadilah tuan atas saudara-saudaramu, dan anak-anak ibumu akan sujud kepadamu. Siapa yang mengutuk engkau, terkutuklah ia, dan siapa yang memberkati engkau, diberkatilah ia.” (Kej 27:28–29).
Berkat kedua—yang jauh lebih penting—adalah berkat perjanjian Abraham, yang sejak awal memang ditujukan Ishak untuk Yakub. Ishak kemudian memberi Yakub berkat ini sebelum mengutusnya ke Padan-Aram untuk menghindari kemarahan Esau:
“Moga-moga Allah Yang Mahakuasa memberkati engkau, membuat engkau beranak cucu dan membuat engkau menjadi banyak, sehingga engkau menjadi sekumpulan bangsa-bangsa. Moga-moga Ia memberikan kepadamu berkat yang untuk Abraham, kepadamu serta kepada keturunanmu, sehingga engkau memiliki negeri ini yang kaudiami sebagai orang asing, yang telah diberikan Allah kepada Abraham.” (Kej 28:3–4).
Dalam pelarian untuk menghindari kemarahan Esau, Yakub tidur di atas batu dan bermimpi tentang tangga menuju surga, Tuhan menegaskan kembali berkat Abraham yang telah diterimanya dari ayahnya:
“Akulah TUHAN, Allah Abraham, nenekmu, dan Allah Ishak; tanah tempat engkau berbaring ini akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu. Keturunanmu akan menjadi seperti debu tanah banyaknya dan engkau akan mengembang ke sebelah timur, barat, utara, dan selatan, dan olehmu serta keturunanmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat” (Kej. 28:13–14).
Ribka mengatur penipuan Yakub untuk mengamankan berkat (Kej. 27) mungkin dipicu oleh pernikahan Esau dengan dua perempuan Het yang sangat menyedihkan hatinya dan Ishak (Kej. 26:34–35). Pernikahan ini mungkin mendatangkan kekecewaan besar terhadap Esau, tetapi mungkin yang lebih penting, pernikahan ini memicu ketakutan bagi komunitas perjanjian kecil, yang disebut keluarga. Jika calon pemimpin keluarga tidak dapat membimbing istrinya untuk menghormati orang tua, bagaimana ia bisa memimpin mereka semua?
Dengan kata lain, Ribka mungkin takut akan bertambahnya kekacauan yang ditimbulkan oleh para perempuan ini—dengan status mereka yang tinggi—kepada keluarga tersebut jika Esau, sebagai anak sulung, mengambil alih warisan dan hak-haknya. Kedudukan mereka yang tinggi dalam keluarga dapat memperburuk keadaan, sehingga mendorong Ribka untuk memastikan bahwa Yakub yang menerima berkat anak sulung.
Banyak orang percaya bahwa Ribka bertindak dengan iman yang besar, berpegang pada nubuat “yang tua akan menjadi hamba yang muda” dengan memaksa Yakub menipu Ishak. Namun, analisis bahasa Ibrani menunjukkan bahwa ambiguitas frasa yang disebutkan sebelumnya tidak menunjukkan adanya janji yang pasti. Sebaliknya, firman Allah kepada Ribka menggambarkan anak-anaknya yang belum lahir bergulat dengan sengit di dalam rahimnya. Tindakan penipuan serupa muncul di bagian lain Alkitab; misalnya, Tamar mengamankan tempatnya dalam keluarga perjanjian dengan cara menipu (Kejadian 38). Namun mengingat pentingnya peran Ribka dalam Kitab Kejadian – yang mendirikan keluarga Israel – maka sungguh mengejutkan jika tindakannya yang mencerminkan iman yang luar biasa tidak membuatnya masuk dalam daftar pahlawan iman dalam Ibrani 11, tidak seperti ibu mertuanya, Sara (Ibr. 11:11).
Pilihan Esau yang Tidak Masuk Akal
Narasi dengan cepat beralih ke Esau yang kembali dalam keadaan kelelahan dan kelaparan setelah berburu, karena ia dan timnya adalah penyedia utama makanan bagi keluarga tersebut. Yakub, tampaknya sudah mengantisipasi kesempatan ini, sengaja mengatur waktu memasak yang tepat untuk mengendalikan pembagian makanan dalam keluarga.
Kita baca :
“Kata Esau kepada Yakub: ‘Berikanlah kiranya aku menghirup sedikit dari yang merah-merah itu, karena aku lelah – sangat lapar’ (הַלְעִיטֵנִי נָא מִן-הָאָדֹם הָאָדֹם הַזֶּה כִּי עָיֵף אָנֹכִי, hal’iteini na min-ha’adom ha’adom hazeh ki ayef anochi)” (Kej 25:30).
Bahasa Ibrani dengan jelas menggambarkan keputusasaan Esau, yang memohon dengan sungguh-sungguh, “Berikanlah kepadaku yang merah-merah ini, karena aku sangat lapar.” Permintaan impulsif akan sup lentil merah ini membuatnya dijuluki Edom (אֱדוֹם, Edom), yang dikaitkan dengan kata Ibrani untuk merah, dan keturunannya kemudian dikenal sebagai orang Edom (yang merah). Kata Ibrani untuk “beri aku makan” hanya digunakan satu kali di seluruh Alkitab. Berabad-abad kemudian, dalam beberapa diskusi Rabbinik, kata Ibrani khusus untuk “makan/memberi makan” (הַלְעִיטֵנִי) ini akhirnya diartikan seperti “menjejalkan makanan ke dalam mulut binatang.” Mengingat kata-kata “merah, benda merah itu,” sangat mungkin bahwa bahkan di Kitab Kejadian, kata itu (הַלְעִיטֵנִי) merujuk pada cara makan yang tidak bermartabat, yang terkait dengan konsep “menelan” dan “melahap.”
Teks selanjutnya :
“Tetapi kata Yakub: ‘Juallah dahulu kepadaku hak kesulunganmu.’ Sahut Esau: ‘Sebentar lagi aku akan mati; apakah gunanya bagiku hak kesulungan itu?'” (Kej. 25:31-32).
Dalam peristiwa yang tidak rasional dan aneh ini, Esau menyetujui tuntutan Yakub yang tidak masuk akal. Dengan melebih-lebihkan rasa laparnya, ia memprioritaskan kelegaan segera dari rasa lapar dan lelahnya daripada perannya sebagai pemimpin di masa depan. Dengan kata lain, ia memilih kelegaan yang cepat dan nyata sekarang daripada memikul tanggung jawabnya yang penuh berkat di masa depan. Selain kepemimpinan keluarga, peran ini juga mencakup dua bagian warisan (Ulangan 21:17). Meragukan keseriusan Esau, Yakub bersikeras meminta konfirmasi:
“Kata Yakub: “Bersumpahlah dahulu kepadaku.” Maka bersumpahlah ia kepadanya dan dijualnyalah hak kesulungannya kepadanya. Lalu Yakub memberikan roti dan masakan kacang merah itu kepada Esau; ia makan dan minum, lalu berdiri dan pergi. Demikianlah Esau memandang ringan hak kesulungan.” (Kej. 25:33-34).
Bahasa Ibrani menekankan sikap angkuh Esau dengan rangkaian kata kerja yang cepat: “ia makan, ia minum, ia berdiri, ia pergi” (וַיֹּאכַל וַיֵּשְׁתְּ וַיָּקָם וַיֵּלַךְ, vayyo’khal vayyesht vayyakom vayyelakh). Frasa pendek ini menyoroti ketidakpedulian Esau, seolah-olah transaksi itu tidak penting. Ia bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa. Namun, narasinya menyimpulkan dengan gamblang, “Demikianlah Esau meremehkan hak kesulungannya” (וַיִּבֶז עֵשָׂו אֶת-הַבְּכֹרָה, vayyivez Esav et-hab’khorah), dengan fokus pencabutan status istimewa yang dilakukan Esau secara sembrono.
Kesimpulan
Dalam kisah hidup Yakub yang rumit, kita menemukan jalinan janji Allah dan ketidaksempurnaan manusia, yang memberikan pelajaran berharga bagi perjalanan hidup kita. Ribka, yang tergerak oleh nubuat Allah bahwa “yang tua akan melayani yang muda,” bertindak dengan iman, tetapi mungkin juga didorong oleh rasa takut akan pilihan Esau yang gegabah dan pernikahannya yang bermasalah. Esau, dalam laparnya, menukar hak kesulungannya dengan semangkuk sup yang cepat habis, sebuah pengingat yang gamblang untuk menghargai kesempatan yang abadi daripada kepuasan sementara. Yakub, yang namanya berarti memegang tumit saudaranya, melambangkan kegigihan, namun jalannya menuju berkat sejati menunjukkan bahwa rencana Allah tetap berlaku terlepas dari kesalahan manusia. Perjuangan hidup, seperti perjuangan si kembar dalam kandungan Ribka, mungkin tampak kacau, tetapi perjuangan itulah yang membentuk jati diri kita dan membentuk takdir kita. Marilah kita memilih dengan bijak, berpegang teguh pada janji-janji Allah dengan sabar, dan percaya kepada-Nya bahwa bahkan langkah kita yang salah sekalipun dapat menuntun kita ke cakrawala yang penuh berkat, di mana kehadiran Allah akan membimbing kita menuju tujuan dan panggilan sejati. Baca Bagian II dari studi ini (Berkat yang Dicuri dan Dikembalikan)