By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Logo Logo
  • ID
    • EN
    • RU
    • HI
    • PT
    • ES
    • FR
    • DE
    • PL
  • ID
    • EN
    • RU
    • HI
    • PT
    • ES
    • FR
    • DE
    • PL
  • Beranda
  • Tentang
    • Tentang
    • Materi Gratis
  • BlogBlogBlog
    • Taurat
    • Ibrani
    • Injil
    • Rasul Paulus
    • Maria
    • Doa
    • Topik Hangat
    • Sedang dikerjakan
  • Buku
  • Konferensi
    • Israel Institute of Biblical Studies (IIBS)
    • Israel Bible Center (IBC)
Reading: Pentingnya Nama Ibrani dan Maria sebagai Perawan Israel
Share
Logo Logo
  • ID
    • RU
    • PT
    • PL
    • HI
    • FR
    • ES
    • EN
    • DE
  • Beranda
  • Tentang
    • Tentang
    • Materi Gratis
  • BlogBlogBlog
    • Taurat
    • Ibrani
    • Injil
    • Rasul Paulus
    • Maria
    • Doa
    • Topik Hangat
    • Sedang dikerjakan
  • Buku
  • Konferensi
    • Israel Institute of Biblical Studies (IIBS)
    • Israel Bible Center (IBC)
Follow US
Dr. Eli © All rights reserved
Injil

Pentingnya Nama Ibrani dan Maria sebagai Perawan Israel

Tammy Yu
Share
SHARE

Injil Lukas menggunakan nama-nama Ibrani dan gambaran teologis untuk menunjukkan Maria sebagai simbol “Perawan Israel”, sebuah konsep yang berakar kuat dalam Kitab Suci dan tradisi Yahudi. Dengan mengaitkan Maria kepada tokoh-tokoh Perjanjian Lama seperti Miryam, serta memposisikannya sebagai wakil umat Allah yang ideal, Lukas menegaskan identitas Yahudi Maria dan perannya yang sangat penting dalam sejarah keselamatan. Artikel ini membahas pentingnya nama-nama Ibrani—khususnya hubungan Maria dengan Miryam—dan implikasi teologis dari penggambarannya sebagai Perawan Israel.

Nama Maria, yang berasal dari bahasa Ibrani Miryam, membawa makna yang mendalam dalam Injil Lukas. Dalam Perjanjian Lama, Miryam—saudara Musa dan Harun—adalah seorang nabiah yang menyaksikan Allah menyelamatkan bangsa Israel (Keluaran 15:20–21). Iman Miryam pada kuasa penyelamatan Allah, yang tampak ketika ia memimpin para perempuan menari dengan sukacita setelah penyeberangan Laut Teberau, menjadi gambaran peran Maria dalam Perjanjian Baru. Lukas 1:28–30 mencatat malaikat Gabriel menyapa Maria sebagai “yang dikaruniai”, sama dengan kasih karunia Allah yang juga dinyatakan kepada Miryam saat keluarnya bangsa Israel dari Mesir. Jawaban Maria, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Lukas 1:38), mencerminkan iman dan ketaatan yang sama seperti nama yang diwarisinya, yaitu Miryam yang mempercayakan Musa kepada pemeliharaan Allah (Keluaran 2:1–10).

Hubungan antara Maria dan Miryam ini tidak tampak dalam terjemahan bahasa Inggris, yang menerjemahkan nama Ibrani Miryam dan bentuk Yunani Mariam/Maria secara tidak konsisten. Perbedaan bahasa ini dapat menutupi kesamaan yang dimaksudkan penulis, Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani sedangkan Perjanjian Lama diterjemahkan dari bahasa Ibrani. Dengan mengakui Maria sebagai Miryam, kita melihatnya sebagai kelanjutan dari tradisi kenabian perempuan-perempuan Israel yang setia, yang mempercayai penebusan Allah. Nyanyian pujian Maria (Magnificat, Lukas 1:46–55) mencerminkan nyanyian Miryam, yang memuliakan Allah atas perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib dan kesetiaan-Nya pada perjanjian-Nya dengan Israel (Keluaran 15:21).

Konsep “Perawan Israel” semakin memperkaya penggambaran Maria. Dalam Kitab Suci Ibrani, Israel sering digambarkan sebagai seorang perawan, melambangkan kemurnian dan kesetiaan kepada Janji Allah (Yeremia 31:4; Amos 5:2; Yesaya 37:22). Yesaya 7:14 dalam Septuaginta menerjemahkan kata Ibrani almah (gadis muda) dengan parthenos (perawan), tampaknya mencerminkan tradisi teologis ini. Para penerjemah Yahudi mungkin melihat “gadis muda” tersebut sebagai lambang Israel, yang kesetiaannya mencapai puncaknya saat kelahiran Mesias. Lukas menggunakan gambaran ini, menampilkan Maria sebagai wujud Perawan Israel—taat, setia, dan dipilih untuk mengandung Sang Juruselamat yang dijanjikan.

Perdebatan tentang Yesaya 7:14, yang sering dijadikan landasan apologetika Kristen untuk mendukung keperawanan Maria, tidaklah terlalu bertentangan jika dilihat dari perspektif ini. Kata Ibrani “almah” berarti gadis muda – tidak harus perawan – tetapi terjemahan Septuaginta “Parthenos” selaras dengan gambaran nubuat Israel sebagai perawan. Lukas menggunakan gambaran ini untuk menunjukkan bahwa Maria mewakili sisa umat Israel yang setia, yang ketaatannya menggenapi janji-janji Allah. Keperawanannya, meski penting, menjadi aspek sekunder dibandingkan perannya sebagai simbol kemurnian dan iman bangsa Israel kepada Allah.

Keterkaitan Maria dengan kerajaan Daud semakin menegaskan simbolisme ini. Pengumuman Gabriel bahwa Yesus akan menerima “takhta Daud, bapa leluhur-Nya” dan “Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya” (Lukas 1:32–33) menghubungkan Maria dengan janji mesianik dalam 2 Samuel 7:12–16. Sebagai keturunan Daud melalui Yusuf (Lukas 1:27), Maria menjadi saluran penggenapan perjanjian Allah dengan Daud. Perannya sebagai Perawan Israel menjadi jembatan antara perjanjian Abraham dan Daud, mempersatukan sejarah Israel dengan masa depan mesianiknya.

Nama-nama tokoh lain dalam narasi Lukas, seperti Elisabet (Elisheva, yang berarti “Allahku adalah setia”), semakin menegaskan kesinambungan Yahudi ini. Elisabet, seperti Elisheva – istri Harun – dalam Perjanjian Lama, melambangkan kesetiaan imamat, yang melengkapi peran kenabian Maria. Keterkaitan nama Miryam dan Elisheva ini membangkitkan kisah dalam kitab Keluaran, di mana perempuan-perempuan yang setia memainkan peran penting dalam penyelamatan Allah. Penggunaan nama-nama Ibrani oleh Lukas menjadi penanda teologis yang meneguhkan bahwa Injil benar-benar berakar dari sejarah perjanjian Israel.

Pertemuan Maria dengan Elisabet (Lukas 1:39–45) menegaskan perannya sebagai Perawan Israel. Elisabet, yang dipenuhi Roh Kudus, menyebut Maria sebagai “ibu Tuhanku” (Lukas 1:43) dan “diberkati di antara semua perempuan” (Lukas 1:42), mengangkat Maria sebagai puncak kesetiaan Israel. Momen ini selaras dengan gambaran Israel sebagai umat pilihan Allah dalam Perjanjian Lama, yang dikhususkan untuk tujuan penebusan-Nya. Magnificat Maria, yang sama  dengan doa Hana (1 Samuel 2:1–10), semakin selaras dengan tradisi Israel yang memuji Allah atas keadilan dan kasih setia-Nya.

Adegan palungan dalam Lukas 2:7 juga sarat akan makna Yahudi, menguatkan peran Maria sebagai Perawan Israel. Palungan yang terletak di Betlehem (“Rumah Roti”), melambangkan Yesus sebagai roti hidup, memenuhi harapan orang Yahudi akan kedatangan Mesias (Yohanes 6:35). Tindakan Maria membaringkan Yesus di palungan menubuatkan pengorbanan-Nya, menghubungkannya dengan anak domba Paskah dan penebusan Israel. Ini menggambarkan Maria sebagai ibu Sang Mesias yang setia, yang mewujudkan pengharapan Israel.

Identitas Yahudi Maria—sebagai Miryam dan Perawan Israel—adalah inti dari visi teologis Lukas. Nama dan tindakannya menghubungkannya dengan tradisi kenabian dan perjanjian Israel, menampilkan dirinya sebagai murid ideal yang percaya kepada janji-janji Allah. Melalui Maria, Lukas menjembatani Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, menunjukkan bahwa kelahiran Mesias menggenapi harapan bangsa Israel sekaligus memperluas keselamatan bagi segala bangsa. Kisah Maria, yang berakar pada iman Yahudinya, mengajak pembaca untuk melihatnya sebagai teladan ketaatan dan iman kepada rencana penebusan Allah.

Follow US
Dr. Eliyahu Lizorkin-Eyzenberg © 2025. All Rights Reserved.
Ikuti Blog Dr. Eli!
Berlangganan untuk mendapatkan pemberitahuan saat artikel baru diterbitkan.
Tanpa spam, Anda bisa berhenti berlangganan kapan saja.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?