By using this site, you agree to the Privacy Policy and Terms of Use.
Accept
Logo Logo
  • ID
    • EN
    • RU
    • HI
    • PT
    • ES
    • FR
    • DE
    • PL
  • ID
    • EN
    • RU
    • HI
    • PT
    • ES
    • FR
    • DE
    • PL
  • Beranda
  • Tentang
    • Tentang
    • Materi Gratis
  • BlogBlogBlog
    • Taurat
    • Ibrani
    • Injil
    • Rasul Paulus
    • Maria
    • Doa
    • Topik Hangat
    • Sedang dikerjakan
  • Buku
  • Konferensi
    • Israel Institute of Biblical Studies (IIBS)
    • Israel Bible Center (IBC)
Reading: Yang Terakhir Akan Menjadi yang Pertama
Share
Logo Logo
  • ID
    • RU
    • PT
    • PL
    • HI
    • FR
    • ES
    • EN
    • DE
  • Beranda
  • Tentang
    • Tentang
    • Materi Gratis
  • BlogBlogBlog
    • Taurat
    • Ibrani
    • Injil
    • Rasul Paulus
    • Maria
    • Doa
    • Topik Hangat
    • Sedang dikerjakan
  • Buku
  • Konferensi
    • Israel Institute of Biblical Studies (IIBS)
    • Israel Bible Center (IBC)
Follow US
Dr. Eli © All rights reserved
Taurat

Yang Terakhir Akan Menjadi yang Pertama

Telusuri bagaimana Allah secara mengejutkan membalikkan tatanan yang lazim.

Tammy Yu
Share
SHARE

Banyak kisah besar dalam Kitab Kejadian secara konsisten menentang sistem primogenitur—norma budaya kuno dimana anak sulung mewarisi kekayaan, gelar dan kekuasaan keluarga, sementara saudara-saudara yang lebih muda menerima warisan yang jauh lebih sedikit. Dengan berulang kali meninggikan saudara yang lebih muda atau kurang diunggulkan, Kitab Kejadian menyingkapkan pola ilahi yang membalikkan ekspektasi manusia, menegaskan otoritas Allah untuk memilih yang tak terduga demi menggenapi janji-Nya. Bagi mereka yang merasa diabaikan atau terpinggirkan, kisah-kisah ini memberikan harapan yang besar: Allah melihat potensi sedangkan manusia melihat kelemahan, mengubah “yang terakhir” menjadi “yang pertama” untuk memenuhi tujuan penebusan-Nya.

Kain dan Habel

Perseteruan antara Kain dan Habel membentuk dasar yang dramatis dari pola ini. Kain, si sulung, dan Habel, adiknya, mempersembahkan korban kepada Allah, namun hanya persembahan Habel yang dikenan, sementara milik Kain ditolak (Kejadian 4:4-5). Teks ini tidak menjelaskan mengapa Allah lebih menyukai persembahan Habel, keputusan tersebut tetap menjadi misteri dan menekankan hak prerogatif Allah. Kecemburuan Kain berubah menjadi kemarahan yang mematikan, mengakhiri hidup Habel secara tragis, bukan karena perebutan warisan, melainkan karena Allah lebih memilih persembahan Habel. Habel, sang adik, dimuliakan di mata Allah, sementara status Kain sebagai anak sulung menjadi tidak berarti.

Ismael dan Ishak

Kisah Ismael dan Ishak semakin memperjelas penolakan Allah terhadap primogenitur. Ismael, anak sulung Abraham dari Hagar, secara alami merupakan anak tertua (Kejadian 16:1-4). Namun, Allah menetapkan Ishak—yang lahir kemudian dari Sara—menjadi pewaris perjanjian, dengan menyatakan, “Tetapi perjanjian-Ku akan Kutetapkan dengan Ishak” (Kejadian 17:21). Pengusiran Ismael dan Hagar (Kejadian 21:1-14) terasa kasar menurut standar manusia, namun hal itu menegaskan pilihan Allah yang mendahulukan janji ilahi daripada norma budaya. Pengangkatan Ishak sebagai anak yang lebih muda mencerminkan perkenanan atas Habel, menguatkan pola pilihan Allah atas yang tak terduga untuk melanjutkan rencana-Nya.

Esau dan Yakub

Kisah Yakub dan Esau memperjelas tema pembalikan ini secara tajam, penuh ketegangan dan kompleksitas manusiawi. Bahkan sebelum lahir, kedua anak kembar itu bergumul dalam rahim Ribka, membuatnya mencari petunjuk Allah. Firman yang diterimanya bersifat misterius: “Dua bangsa ada dalam kandunganmu… yang satu akan lebih kuat dari yang lain” (Kejadian 25:23). Teks Ibrani ini ambigu, tidak jelas apakah “yang memiliki banyak akan melayani yang muda” atau sebaliknya, menambah alasan tindakan Ribka selanjutnya. Esau lahir lebih dulu, tetapi Yakub, yang memegang tumit kakaknya sehingga ia dinamai Ya‘akov (יַעֲקֹב, “tumit”). Bertahun-tahun kemudian, Yakub memanfaatkan kelaparan Esau, menukar semangkuk sup merah untuk hak kesulungan (Kejadian 25:29-34). Sifat impulsif Esau bertambah buruk karena pernikahannya dengan perempuan Het, yang membuat Ishak dan Ribka sangat sedih (Kejadian 26:34-35), sehingga menimbulkan keraguan akan kelayakannya untuk memimpin keluarga perjanjian. Meski Yakub pun tidak bebas dari kesalahan, ia kemudian menipu Ishak untuk mendapatkan berkat anak sulung (Kejadian 27:1-40), yang melambangkan berkat materi berupa kemakmuran dan kekuasaan. Namun, Ishak memang sejak awal berniat memberikan berkat perjanjian Abraham—tanah perjanjian dan keturunan—kepada Yakub (Kejadian 28:3-4), dan ini diteguhkan dengan mimpi Yakub tentang tangga ke surga (Kejadian 28:13-14).

Zerah dan Peres

Kisah Peres dan Zerah yang singkat dan jelas menunjukkan pola yang sama dalam sebuah peristiwa yang dramatis. Saat Tamar melahirkan, Zerah lebih dulu mengulurkan tangan dan diikat dengan benang merah untuk menandai status anak sulung (Kejadian 38:27-30). Namun, Peres muncul lebih dulu, merebut posisi utama. Kehendak Allah membuat benang merah sebagai usaha manusia untuk menentukan prioritas, menjadi tidak relevan, mirip seperti Yakub yang menggantikan Esau. Naiknya Peres yang tak terduga menjadi penting karena ialah yang menjadi leluhur Daud (Rut 4:18-22), mengaitkan pembalikan ini dengan rencana perjanjian Allah yang lebih besar.

Yusuf dan saudara-saudaranya

Kisah Yusuf membuat pola dalam dinamika persaudaraan ini semakin luas. Sebagai salah satu anak Yakub yang lebih muda, Yusuf menerima perkenanan Allah melalui mimpi-mimpi yang meramalkan kekuasaannya (Kejadian 37:5-11). Saudara-saudaranya, iri terhadap kasih sayang ayah mereka dan visi Yusuf, mengkhianatinya dengan menjualnya sebagai budak. Namun, Allah menyusun jalan bagi Yusuf untuk bangkit menjadi penguasa di Mesir, dan pada akhirnya saudara-saudaranya sujud kepadanya (Kejadian 50:18), menggenapi mimpinya. Tidak seperti sifat Esau yang gegabah, ketekunan Yusuf sejalan dengan pemeliharaan Allah, memungkinkan dia menyelamatkan keluarganya dari kelaparan. Reuben, anak sulung, nyaris terlupakan, sementara Yusuf yang tidak dianggap justru ditinggikan oleh Allah.

Efraim dan Manasye

Pemberkatan atas Manasye dan Efraim memberikan pengulangan pola secara simbolis yang terakhir dalam Kitab Kejadian. Ketika Yakub memberkati kedua anak Yusuf, ia menyilangkan tangannya, memberikan berkat yang lebih besar kepada Efraim, anak yang lebih muda, daripada Manasye (Kejadian 48:8-20). Yusuf mencoba membantah—“Bukan yang ini, ayahku!”—namun tindakan Yakub yang disengaja menegaskan hak prerogatif Allah. Tangan yang menyilang, seperti halnya Yakub memegang tumit Esau atau benang merah di tangan Zerah, melambangkan pembalikan ilahi, menghubungkan kisah ini dengan pola yang lebih besar.

Harun dan Musa

Selain kitab Kejadian, kisah Musa dan Harun dalam Kitab Keluaran juga menunjukkan pembalikan terhadap peran yang diharapkan (Keluaran 4:10-16; 7:1-7). Harun, sang kakak, adalah seorang pembicara ulung, sementara Musa, sang adik, meragukan kemampuannya berbicara: “Aku ini tidak pandai bicara, sebab aku berat mulut dan berat lidah” (Keluaran 4:10). Secara manusia, Harun tampak lebih pantas menjadi pemimpin, namun Allah memilih Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir dan menerima perjanjian di Gunung Sinai. Allah menunjuk Harun sebagai juru bicara Musa, dengan berkata, “Engkau akan menjadi seperti Allah baginya” (Keluaran 4:16), tetapi Musa memegang peran utama sebagai penyelamat yang dipilih Allah. Pembalikan ini menekankan pola Allah yang memperlengkapi mereka yang kurang diunggulkan atau meragukan diri sendiri untuk melaksanakan kehendak-Nya, melampaui batasan umur atau kemampuannya.

Daud dan Saudara-saudaranya

Pemilihan Daud sebagai raja atas Israel merupakan contoh yang mencolok dari pembalikan ilahi (1 Samuel 16:1-13). Isai mempersembahkan anak-anak tertuanya kepada Samuel, mengira bahwa anak sulung, Eliab, atau yang lainnya seperti Abinadab atau Syama, yang akan dipilih. Namun Allah menolak mereka, dengan menyatakan, “TUHAN melihat hati” (1 Samuel 16:7). Daud, si bungsu, yang sedang menggembalakan domba dan awalnya diabaikan, diurapi sebagai raja. Kenaikannya dari “yang paling kecil” menjadi raja terbesar Israel mencerminkan pola dalam kitab Kejadian, menunjukkan bahwa Allah lebih menyukai yang rendah hati dan tak terduga.

Umat Allah

Tema pembalikan ini melampaui individu dan sampai pada komunitas yang dipilih Allah. Dalam Ulangan 7:7-8, Allah memilih Israel bukan karena kekuatan mereka, tetapi karena mereka adalah “yang paling kecil jumlahnya dibanding segala bangsa,” yang dikasih-Nya untuk memenuhi  perjanjian-Nya dengan Abraham. Ini mencerminkan kenaikkan anak-anak yang lebih muda dalam Kitab Kejadian, karena Israel merupakan perwujudan dari “yang terakhir” dijadikan “yang pertama.” Dalam Perjanjian Baru, Paulus menggambarkan jemaat Korintus sebagai “tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh. (1 Korintus 1:26-29), namun Allah memilih mereka untuk mempermalukan yang kuat. Seperti Yakub atau Yusuf, komunitas ini mencerminkan pilihan Allah terhadap yang terabaikan, menunjukkan bahwa pola pembalikan Allah tidak hanya berlaku untuk individu, tetapi juga seluruh umat, memberikan harapan bagi mereka yang merasa tidak berarti.

Pembalikan yang Terbesar

Pola pembalikan ilahi ini mencapai puncaknya dalam diri Yesus Kristus. Lahir dalam kesederhanaan di Betlehem, Ia bukanlah penguasa duniawi (Mikha 5:1). Dihina dan disalibkan, Ia adalah “batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan” (Mazmur 118:22; 1 Petrus 2:6-7), namun kebangkitan-Nya menjadikan-Nya batu penjuru Kerajaan Allah. Kehidupan dan kematian-Nya mewujudkan “yang terakhir menjadi yang pertama,” menggemakan pola dalam kitab Kejadian dan menawarkan keselamatan bagi semua. Dalam Matius 20:16, kita membaca perkataan Yesus yang terkenal: “Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.” Ayat ini muncul dalam Perumpamaan tentang Pekerja di Kebun Anggur (Matius 20:1-16), di mana Yesus mengajarkan tentang Kerajaan Sorga. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa yang paling tidak penting atau yang belakangan  dapat ditinggikan, sedangkan yang menonjol atau yang terdahulu dapat direndahkan.

Kesimpulan

Perseteruan antar saudara dalam Kitab Kejadian—Kain dan Habel, Ismail dan Ishak, Yakub dan Esau, Peres dan Zerah, Yusuf dan saudara-saudaranya, serta Efraim dan Manasye—menyingkapkan suatu kebenaran teologis yang mendalam: pilihan kedaulatan Allah sering kali memutar balikkan ekspektasi manusia. Berkali-kali, kitab Kejadian menantang norma budaya primogenitur, justru mengangkat yang lebih muda, yang terabaikan, atau yang tak terduga untuk menggenapi tujuan penebusan-Nya.

Kisah-kisah ini bukan sekadar konflik keluarga kuno, melainkan pelajaran ilahi. Perkenanan Habel, pemilihan Ishak, berkat Yakub, pelanggaran Peres, pengangkatan Yusuf, dan prioritas untuk Efraim semuanya mengacu pada pola yang berulang—Allah senang memilih yang lemah untuk mempermalukan yang kuat (1 Korintus 1:27). Tema ini berlanjut di luar kitab Kejadian, seperti pemilihan Musa dibanding Harun, Daud daripada saudara-saudaranya, Israel di antara bangsa-bangsa, dan puncaknya adalah dalam diri Kristus, Batu yang ditolak yang menjadi Batu Penjuru.

Bagi siapa pun yang merasa dipinggirkan atau tidak layak, kitab Kejadian menyampaikan pesan harapan: jalan Tuhan bukanlah jalan kita. Ia tidak menilai kelayakan berdasarkan urutan kelahiran, keunggulan manusia, atau status sosial. Pilihan-Nya berakar dalam kasih karunia, dan tujuan-Nya dalam penebusan. Baik dalam kebodohan impulsif Esau, ketekunan dan kesabaran Yusuf, atau tangan Yakub yang disilangkan, kita melihat bagaimana Allah menulis kisah-Nya melalui hal-hal yang tak terduga.

Pembalikan yang paling agung adalah Kristus—yang dihina dan disalibkan, namun menjadi Raja yang ditinggikan. Di dalam Dia, yang terakhir dijadikan yang pertama, yang rendah ditinggikan, dan yang terabaikan dipanggil. Kitab Kejadian mengajak kita untuk mempercayai Allah yang hebat dalam pembalikan yang mengejutkan, mengubah kelemahan manusia menjadi kemenangan ilahi. Pegang teguh pada janji-Nya, sebab Ia setia untuk menggenapinya—sering kali dengan cara yang paling tidak kita sangka.

Follow US
Dr. Eliyahu Lizorkin-Eyzenberg © 2025. All Rights Reserved.
Ikuti Blog Dr. Eli!
Berlangganan untuk mendapatkan pemberitahuan saat artikel baru diterbitkan.
Tanpa spam, Anda bisa berhenti berlangganan kapan saja.
Welcome Back!

Sign in to your account

Username or Email Address
Password

Lost your password?